Jumat, 08 Oktober 2010

Ilmu Munasabah

A. Pengertian Munasabah
Ilmu Munasabah (ilmu tentang keterkaitan antara satu surat/ayat dengan surat/ayat lain) merupakan bagian dari Ulum al-Qur’an. Ilmu ini posisinya cukup pemting dalam rangka menjadikan keseluruhan ayat al-Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh.
Munasabah (korelasi) dalam pengertian bahasa adalah Musyarakah (keserupaan) dan muqorobah (kedekatan).
Menurut Manna’ al-Qatthan, munasabah Menurut istilah adalah segi-segi hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara satu ayat dengan ayat yang lain dalam beberapa ayat, atau antara satu surat dengan surat lain.
Menurut az-zarkasyi, Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapkan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.
Menurut Ibnu al-‘Arabi,Munasabah keterikantan ayat-ayat al-Qur’an sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyaisatu kesetuan makna dan keteraturan redaksi.
Sering pula sebagai keterangan sebab dari suatu akibat seperti kebahagiaan setelah amal sholeh dan seterusnya. Jika ayat-ayat itu hanya dilihat sepintas, memang seperti tidak ada hubungan sama sekali antara ayat yang satu dengan yang lainnya, baik dengan yang sebelumnya maupun dengan ayat yang sesudahnya. Karena itu, tampaknya ayat-ayat itu seolah-olah terputus dan terpisah yang satu dari yang lain seperti tidak ada kontaknya sama sekali. Tetapi kalau diamati secara teliti, akan tampak adanya munasabah atau kaitan yang erat antara yang satu dengan yang lain. Karena itu, ilmu munasabah itu merupakan ilmu yang penting, karena ilmu itu bisa mengungkapkan rahasia kebalaghahan al-Qur’an dan menjangkau sinar petunjuknya.

B. Pendapat-Pendapat Mengenai Munasabah
Ada tiga perbedaan pendapat diantara para Ulama’ mengenai tertib/urutan surat dan ayat dalam Al Qur’an, yaitu:
1. Tauqifiy
Menurut jumhur Ulama’ (sebagian besar Ulama’) sepakat bahwa tertib/urutan surat dalam Al qur’an adalah “Tauqifiy”, artinya ditetapkan oleh Rosulullah. Hal ini didasarkan karena Nabi sering membaca Al Qur’an dengan tertib/urutan surat seperti yang ada sekarang.
2. Ijtihady
Ijtihady merupakan sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang dilakukan para Ulama’ untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. Menurut sebagian Ulama’ yang lain, tertib/urutan Al Qur’an merupakan Ijtihady. Mereka beralasan karena tidak ada petunjuk lngsung dari Rosulullah mengenai tertib/urutan surat dalam Al Qur’an, catatan Mushaf para sahabat juga berbeda-beda.
3. Tauqifiy dan Ijtihady
Pendapat ketiga ini mengatakan bahwa tertib/urutan sebagian dalam Al Qur’an adalah Tauqify dan sebagian lagi Ijtihady. Kelompok ini beralasan karena tidak semua nama-nama surat itu diberikan oleh Allah, tapi sebagian nama surat itu diberikan oleh Rosulullah dan bahkan ada yang diberikan oleh para sahabat.

C. Macam-Macam Munasabah
1. Macam-Macam Sifat Munasabah
a. Persesuaian yang nyata (Dzaahirul Irtibath) atau persesuaian yang tampak jelas.
Contohnya, persesuaian dalam Surat Al Isra’ ayat 1-2:
                                   
1. Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
2. dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): "Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku.
Kedua ayat tersebut sama-sama menerangkan tentang diutusnya dua orang Nabi/Rosul.
b. Persambungan yang tidak jelas (Khafiyyul Irtibath) atau samarnya persesuaian antara bagian Al qur’an dengan yang lain.
        •• 
189. mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji;
              
190. dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Sepintas, kedua ayat tersebut tidak ada hubungannya sama sekali, namun sebenarnya kedua ayat tersebut memiliki hubungan, yaitu ayat 189 menerangkan soal Ibadah Haji, sedang ayat 190 menerangkan tentang larangan berperang pada waktu Ibadah Haji, namun jika diserang terlebih dahulu oleh musuh maka serangan tersebut harus dibalas, walaupun pada saat Ibadah Haji.
2. Macam-Macam Materi Munasabah
a. Munasabah Antar Ayat
yaitu munasabah atau hubungan antara ayat yang satu dengan ayat yang lain. Bentuk-bentuknya :
1) Diathafkannya ayat yang satu kepada ayat yang lain.
Seperti pada surat Ali-Imron 102-103 :
     •   •            .........
102. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.
103. dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.....
Yaitu mengathafkan kedua ayat tersebut sebagai dua hal yang sama (An-Nadziiaini). Kedua ayat tersebut sama-sama menyuruh untuk berpegang teguh kepada Allah.
2) Tidak diathafkanya ayat yang satu kepada ayat yang lain.
•                •                  
10. Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. dan mereka itu adalah bahan Bakar api neraka,
11. (keadaan mereka) adalah sebagai Keadaan kaum Fir'aun dan orang-orang yang sebelumnya; mereka mendustakan ayat-ayat kami; karena itu Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosa mereka. dan Allah sangat keras siksa-Nya.
Terdapat hububgan yang kuat diantara kedua ayat tersebut, yaitu mengenai orang-orang yang akan mendapat siksa dari Allah.
3) Digabungkannya dua hal yang sama.
Seperti dalam Surat Al Anfal 4-5:
                   •     
4. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.
5. sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dan rumahmu dengan kebenaran, Padahal Sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya,
Kedua ayat ini sama-sama menerangkan tentang kebenaran, yaitu kebenaran bahwa Nabi diperintah untuk hijrah, dan menerangkan kebenaran bahwa status mereka sebagai kaum mukminin.
4) Dikumpulkannya dua hal yang kontradiksi
Seperti dikumpulkannya Surat Al A’raf ayat 94 dan ayat 95:
                     •           
94. Kami tidaklah mengutus seseorang nabipun kepada sesuatu negeri, (lalu penduduknya mendustakan Nabi itu), melainkan Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk dengan merendahkan diri.
95. kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan kesenangan hingga keturunan dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka berkata: "Sesungguhnya nenek moyang Kamipun telah merasai penderitaan dan kesenangan", Maka Kami timpakan siksaan atas mereka dengan sekonyong-konyong sedang mereka tidak menyadarinya.
Ayat 94 menerangkan ditimpakannya kesempitan dan penderitaan kepada penduduk, tetapi dalam ayat 95 dijelaskan bahwa kesusahan dan kesempitan itu akan diganti dengan kesenangan.
5) Dipindahkannya satu pembicaraan.
•              
54. Sesungguhnya ini adalah benar-benar rezki dari Kami yang tiada habis-habisnya.
55. Beginilah (keadaan mereka). dan Sesungguhnya bagi orang-orang yang durhaka benar-benar (disediakan) tempat kembali yang buruk,

Yaitu dialihkannya pembicaraan kepada nasib orang-orang yang durhaka yang benar-benar akan kembali ke tempat yang buruk sekali setelah ayat sebelumnya membicarakan tentang rezki dari para ahli surga.

b. Munasabah Antar Surat
1) Munasabah antar dua surat dalam soal materinya, yaitu materi surat yang satu dengan yang lain.
Seperti pada Surat Al Fatihah dan Surat Al Baqarah, keduanya sama-sama menerangkan kandungan Al Qur’an yang mencakup masalah akidah, ibadah, muamalah, kisah dan janji serta ancaman.
2) Persesuaian antara permulaan surat dengan penutupan surat sebelumnya.
Seperti hubungan antara awalan Surat Al An’am dengan akhiran Surat Al Maidah :
               
1. segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan Mengadakan gelap dan terang, Namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.
            
120. kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Kedua ayat tersebut sama-sama menceritakan tentang kepunyaan Allan yaitu kerajaan langit dan bumi beserta isinya.
3) Persesuaian antara pembukaan dan akhiran suatu surat.
Seperti pada awalan dan akhiran Surat Al Baqarah:
           
1. Alif laam miin
2. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,

 •           
286. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir."

Awalan Surat Al Baqarah tersebut sesuai dengan akhirannya yang memerintahkan supaya berdo’a agar tidak disiksa Allah.

D. Manfaat Ilmu Munasabah
Pengetahuan antaraMunasabah ini sangat bermanfaat dalam memahami keserasian antara makna, kejelasan, keterangan, keteraturan susunan kalimatnya dan keindahan gaya bahasa.
1. Untuk menemukan arti yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat-kalimat, ayat-ayat, dan surat-surat dalam Al Qur’an, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kemukjizatannya.
2. Untuk menjadikan bagian-bagian dalam Al Qur’an saling berhubungan sehingga tampak menjadi satu rangkaian yang utuh.
3. Ada ayat baru yang dapat dipahami apabila melihat ayat berikutnya.
4. Membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an, setelah diketahui hubungan sesuatu kalimat/sesuatu ayat dengan kalimat/ayat yang lain, sehingga sangat mempermudah dalam menetapkan hukum-hukum atau menentukan isi kandungannya.